UNPI-CIANJUR.AC.ID - Rano Karno tiba dengan kawalan ajudannya di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/12015) pukul 09.24 WIB. Pelaksana Tugas Gubernur Banten Rano Karno menyambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bersaksi dalam kasus suap pembahasan Anggaran dan Pendapatan Belanja (APBD) Banten guna pembentukan Bank Banten.
Rano mengatakan, "Insya Allah saya hari ini diperiksa dipanggil oleh KPK untuk jadi saksi saudara Ricky T masalah Bank Banten."
PT Banten Global Development (PT BGD), yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) setempat yang diutus menggelar proyek pembentukan Bank Banten. Dalam perusahaan ini Ricky Tampinongkol adalah Direktur Utamanya.
Ia mengatakan, "Itu ada Peraturan Daerah tahun 2012, itu sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah kemudian tahun 2013 ada Peraturan Daerah lagi penyertaan modal untuk pembentukan Bank Banten melalui BGD."
Target pembangunan bank daerah harus rampung pada tahun 2016. Perda Nomor 5 Tahun 2013 mengamanatkan bank daerah masuk dalam rencana pembangunan jangka menengah di provinsi setempat.
PT BGD rencananya akan mengakuisisi Bank Pundi agar dijadikan Bank Banten. Untuk proses akuisisi, dibutuhkan bantuan penyertaan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pengusul APBD ke DPRD Banten adalah Rano Karno. Pengesahan APBD dibahas di DPRD setempat. Tetapi parlemen tak menyetujui langsung saat ekspose dari PT BGD.
Belum percaya pada argumentasi PT BGD untuk membeli bank yang akan diakuisisi, kata Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah pada CNN Indonesia.
Penyidik komisi antirasuah mencokok Ricky serta dua anggota DPRD Banten yakni Wakil Ketua DPRD Banten dari Fraksi Golkar, SM Hartono, dan Ketua Fraksi PDIP di DPRD setempat, Tri Satriya Santosa. Mereka dicokok KPK pada 1 Desember 2015, karena dalam proses memuluskan pembahasan, KPK mengendus dugaan transaksi suap.
Rencananya, PT BGD bakal membeli saham Bank Pundi sedikitnya 50 persen. Rano Karno disebut akan memiliki saham tersebut. Pembangunan bank daerah merupakan proyek besar buat perusahaan pelat merah pimpinan Ricky dengan nilai proyek sebanyak Rp900 miliar.
Ricky disangka melanggar Pasal 5 huruf a atau b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP sementara Hartono dan Tri dijerat pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 undang-undang yang sama, demikian CNN Indonesia.