UNPI-CIANJUR.AC.ID - Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri, Brigadir Jenderal Agung Setya menyatakan saat ini komunikasi dan transaksi prostitusi online sering berlangsung melalui media sosial. Bahkan, menurut hasil penyelidikan kasus oleh Polri, terdapat aplikasi media sosial khusus homoseksual yang memungkinkan penggunanya mendeteksi sesama pengguna dalam radius tertentu.
Brigjen Agung dalam Rapat Terbatas Case Conference tentang Penanganan Anak Korban Prostitusi Gay dan Pencegahannya di Jakarta, Selasa (6/9/2016), mengatakan, "Aplikasi-aplikasi tersebut ditemukan di ponsel milik anak-anak yang menjadi korban pelaku prostitusi online. Aplikasi ini memudahkan penggunanya untuk saling bertukar foto atau bahkan langsung melemparkan pertanyaan untuk melakukan hubungan badan."
Brigjen Agung menyebutkan saat ini terdapat 18 aplikasi sejenis yang berbahasa Indonesia. Fokus Rapat Terbatas diarahkan dalam dua bahasan utama, yaitu mekanisme penanganan dan pemulihan korban prostitusi online serta pencegahan yang dapat dilakukan dengan cara blocking dan pengawasan intensif.
Mengenai blocking dan pengawasan aplikasi, Plt. Dirjen Aptika, Mariam F. Barata menyampaikan pemerintah telah melakukan penutupan situs-situs menyimpang dan berbahaya sejak tahun 2009. "Namun, jika yang bermasalah adalah akun pengguna (user) media sosial, maka Kementerian Kominfo harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak penyedia layanan media sosial tersebut," jelasnya.
Menurut Mariam, pemerintah masih terus secara gencar melakukan pencegahan dengan sosialisasi ke berbagai lapisan masyarakat, terutama kepada orang tua. "Salah satunya adalah program INSAN atau Internet Sehat dan Aman dan INCAKAP atau Internet Cerdas, Kreatif, dan Produktif. Hal ini penting agar generasi muda tidak hanya menggunakan internet sebagai sarana komunikasi namun juga bisa memanfaatkannya untuk lebih produktif dalam menghasilkan konten yang kreatif dan cerdas," tegasnya, seperti dilansir kominfo.go.id.
Plt Kepala Biro Humas, Noor Iza, menambahkan penjelasan mengenai gerak cepat yang dilakukan oleh tim pemblokiran di Kementerian Kominfo. "Selama ini sudah bergerak cepat dalam mengatasi berbagai situs dan akun media sosial yang menyimpang," tuturnya.
Menurut Noor Iza, upaya memblokir aplikasi-aplikasi yang dinilai menyimpang tersebut membutuhkan justifikasi yang kuat, salah satunya dengan menunjukkan bukti adanya penyalahgunaan untuk transaksi prostitusi online tersebut. “Karena aplikasinya seringkali sudah memberikan batasan umur, jadi kita butuh justifikasi yang kuat untuk dapat bicara dengan Facebook maupun Google sebagai pemilik android system untuk memblokir aplikasi dan akun-akun tersebut,” jelas Noor Iza.