UNPI-CIANJUR.AC.ID - Hasil riset harus dalam bentuk aplikasi dan bukan sekadar publikasi, demikian tegas Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Jumain Appe.
Ia mengatakan, "Selama ini dalam pikiran kita bahwa hasil riset dan pengembangan tersebut hanya dalam bentuk publikasi, padahal yang lebih penting hasil riset itu bisa diterapkan atau diaplikasikan." Jumain menjelaskan Indonesia memiliki banyak institusi pendidikan, tetapi tidak semuanya melakukan penelitian dan pengembangan berdasarkan apa yang diperlukan masyarakat.
Jumain menambahkan, "Pakar inovasi dari Korea Selatan misalnya, mengatakan bahwa riset dan pengembangan itu tak harus mengedepankan publikasi tetapi apa yang dibutuhkan oleh industri." Oleh karenanya, riset-riset di Korea Selatan dilakukan oleh pemerintah dan hasilnya digunakan oleh industri. Kelemahan di Tanah Air, adalah tidak adanya kesinambungan antara industri dan institusi pendidikan.
Jumain memaparkan, "Selain itu dilakukan secara konvensional dan tanpa standar atau model. Di Denmark misalnya, para peternak itu bekerja sama dengan institusi pendidikan untuk menyelesaikan beragam persoalan yang ada di sektor peternakan." Jumain menyebut riset dan inovasi di Tanah Air masih terbentur beberapa kendala mulai dari sumber daya riset dan akademik yang rendah.
Jumlah sumber daya manusia peneliti Malaysia dan Singapura adalah dua hingga tujuh kali lipat lebih besar dibandingkan Indonesia. Publikasi ilmiah juga rendah yakni dua hingga empat kali lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia, Thailand dan Singapura.
Indeks inovasi Indonesia juga tergolong rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, Thailand dan Singapura.
Jumain berujar, "Besaran anggaran riset kita juga kecil yakni 0,08 persen dari PDB. Kondisi ini sangat kecil dari angka ideal yakni satu hingga dua persen dari PDB."