UNPI-CIANJUR.AC.ID - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan menggunakan drone atau pesawat tanpa awak sebagai salah satu dari beberapa cara untuk menjalankan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) hujan buatan pada 2017.
Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun Rekayasa BPPT Erzi Agson Gani usai membuka partner gathering Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BB-TMC) BPPT di Jakarta, Rabu, mengatakan, "Kalau drone-nya sih sudah siap, kita gunakan Wulung (drone hasil pengembangan BPPT dan PT Dirgantara Indonesia) yang kekuatan strukturnya ditingkatkan jadi 6,7G. Rasanya 2017 sudah bisa mulai kita gunakan."
BPPT mencoba memanfaatkan Drone untuk memecahkan persoalan TMC yang sering terkendala saat kondisi tidak normal atau saat malam hari, ujarnya. Saat ini, masih terus mempersiapkan drone yang akan digunakan dengan menambahkan parasut. Penambahan parasut ini tidak mudah tetapi tetap harus dikembangkan karena keamanan menjadi faktor penting dalam pemanfaatan pesawat tanpa awak untuk pembuatan hujan buatan.
Sementara itu, Kepala BB-TMC BPPT Tri Handoko Seto mengatakan peningkatan kekuatan struktur drone menjadi 6,7G dilakukan agar pesawat tanpa awak ini mampu menghadapi goncangan saat memasuki awan, meski proses penyemaiannya sebenarnya bisa juga dilakukan di atas awan.
Menurut Seto, proses penggunaan TMC untuk hujan buatan dengan pesawat selama ini, merupakan langkah yang sangat berisiko. Karena itu BPPT terus berupaya mengembangkan teknologi ini menjadi lebih baik, termasuk dengan menggunakan drone untuk proses penyemaian garam.
Ia menambahkan, untuk bisa melaksanaan penyemaian awan dengan drone, perlu pula dikembangkan garam berukuran lebih kecil lagi. Dari yang biasa digunakan 40 mikron kini perlu dikembangkan menjadi 2-4 mikron saja, dan itu semua sudah dikembangkan oleh BPPT.
Sedangkan "selongsong" yang akan digunakan untuk menempatkan garam penyemaian nantinya diproduksi oleh PT Pindad. "BPPT kan tidak boleh memproduksi, tapi hanya mengembangkannya saja".