UNPI-CIANJUR.AC.ID - Kemungkinan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia hanya terhambat dari sisi sosial saja, menurut Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir.
Menristekdikti di Yogyakarta, Minggu, mengatakan, "Kemarin kami ke Bangka-Belitung, kami coba bahas pengembangan PLTN. Orang berpikir tenaga nuklir itu menakutkan, sementara dunia sudah mengarah ke sana semua."
Ia mencontohkan Prancis yang sangat bergantung dengan PLTN. Sedangkan Uni Emirat Arab, negara di Asia dengan cadangan minyak nomor empat terbesar di dunia juga kini mulai mengembangkan PLTN.
Nasir menambahkan, "Ada empat PLTN yang mereka kembangkan, masing-masing memiliki kapasitas 1.500 Mega Watt sehingga total energi listrik yang dihasilkan mencapai 5.600 MW. Kalau yang seperti ini bisa kembangkan, kebutuhan Jawa akan selesai."
Problem pengembangan PLTN di Indonesia, hanya terletak pada penerimaan masyarakatnya yang masih takut dengan keberadaan pembangkit listrik bertenaga nuklir, menurutnya.
Padahal teknologi pembangkit listrik dengan nuklir sudah pada Generasi 4, dengan desain dan teknologi sedemikian rupa reaktor akan otomatis berhenti bekerja ketika terjadi bencana seperti gempa bumi. Generasi 4 yang bernama High Temperature Gas-Cooled Reactor (HTGR) ini, Nasir mengatakan telah dikembangkan Prancis dan Rusia.
Nasir mengatakan, "Kalau yang dipakai di Fukushima, Jepang, itu yang generasi pertama."
Sejauh ini Indonesia sudah mempunyai empat reaktor untuk skala laboratorium sejak 1955, yang berlokasi di Yogyakarta, Bandung, Serpong dan Jakarta. Dan itu digunakan untuk bidang pangan dan kesehatan. "Artinya kita punya pengalaman untuk kelola teknologi ini dengan aman. Yang kita inginkan bagaimana risetnya ditingkatkan untuk bisa digunakan ke level energi."
Kalau urusan komersialnya tentu kewenangannya ada di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Sedangkan bahan bakunya, Nasir mengatakan semua tersedia di Indonesia, baik Uranium maupun Thorium. Demikian Antara.