UNPI-CIANJUR.AC.ID - Angkatan kerja Indonesia menghadapi persoalan 'mismatch' atau ketidaksesuaian yang cukup tinggi, banyak lulus yang dihasilkan bekerja tidak sesuai program pendidikannya, menurut Menteri Tenaga Kerja RI Muhammad Hanif Dhakiri.
Hanif, dalam acara 'Indonesia Career Center Summit' 2017 di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa, mengatakan, "Angkatan kerja Indonesia 2 juta orang pertahun, dari jumlah angkatan kerja baru tersebut 750 sampai 800 ribunya adalah produk kampus, atau lulusan perguruan tinggi, dari angka tersebut muncul dua persoalan yakni 'mismatch', angkanya cukup tinggi, tiga sampai empat orang dari 10 orang, hanya 37 persen yang macth."
Selain 'mismatch' persoalan lainnya yakni kelebihan suplai tenaga kerja yang melebihi permintaan pasar, jelasnya. Contoh kongkritnya jurusan pendidikan agama Islam dari perguruan tinggi agama Islam, kebutuhan pasar kerjanya hanya 3.500 orang, tetapi yang diproduksi oleh peguruan tinggi tersebut di seluruh Indonesia sebesar 35 ribu.
Permasalahan lainnya yang dihadapi angkatan kerja Indonesia adalah kualifikasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan industri yang tumbuh. Hal ini, lanjut Hanif mendorong diperlukannya peran pusat karir untuk menjadi penjembatan para lulusan memberikan pendampingan, bimbingan, konseling atau arahan agar para lulusan menjadi angkatan kerja baru yang bisa masuk ke pasar kerja secara baik.
Selain itu, pusat karir juga berperan untuk memfasilitasi para lulusan perguruan tinggi untuk menjadi wirausahawan mandiri, karena kebutuhan angka wiraswasta Indonesia masih rendah. Saat ini pertumbuhan wirausahawan Indonesia bertumbuh dari 1,5 persen menjadi dua persen. Namun, angka tersebut masih kalah jauh dari Malaysia yang mencapai lima persen, dan Singapura dua kali lipat dari Malaysia.
Persoalan 'mismatch', kelebihan suplai, kualifikasi rendah menjadi permasalahan yang dihadapi angkatan kerja Indonesia. Hanif menyinggung soal, jumlah perguruan tinggi Indonesia yang cukup banyak, tapi luarannya tidak banyak, sehingga harus lebih banyak dibenahi.
Hanif mengajak untuk melihat dari sisi tersebut, bahwa Indonesia harus meningkatkan upaya relevansi keluaran pendidikan di pasar kerja masih membutuhkan usaha panjang. Sehingga peran pusat karir sangat dibutuhkan untuk mengatasi persoalan tersebut.
Hanif, seperti diberitakan Antara, mengatakan, "Disini peran pusat karir menjadi sangat penting membantu memfasilitasi lulusan dari perguruan tinggi atau pencari kerja kalangan perguruan tinggi bisa nyambung di pasar kerja."