UNPI-CIANJUR.AC.ID - Sepeda Motor akan kembali mengaspal di Jalan MH Thamrin, Jakarta, setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta yang melarang sepeda motor melintasi jalan itu.
Kepolisian menyatakan keputusan tersebut berpotensi membuat salah satu jalan protokol di ibukota itu kembali macet parah.
Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya, Kombes Halim Pagarra mengatakan, "Iya, demikian, kembali lagi (macet dan polusi)."
Halim menuturkan bahwa pelarangan sepeda motor melintas Jalan M.H. Thamrin, yang mulai diterapkan pada masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama 2014 silam, telah banyak mengubah cara pikir masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal.
"Pelarangan (sepeda motor) juga membuat angka kecelakaan berkurang di wilayah tersebut. Sangat signifikan... Polusi udara juga berkurang karena masyarakat menggunakan Transjakarta yang berbahan bakar gas...."
Dalam keputusan MA yang diunggah di situsnya, tertulis bahwa putusan bernomor 57 P/HUM/2017 itu diterbitkan pada 21 November 2017.
Putusan diambil atas permohonan dua orang bernama Yuliansah Hamid dan Diki Iskandar, yang menggugat Pergub DKI Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor, dan undang-undang lain yang berkaitan.
Pada salah satu poin di putusan tersebut yang berjudul 'Pendapat Mahkamah Agung', ditulis bahwa 'untuk melakukan pembatasan lalu lintas sepeda motor, dipersyaratkan terlebih dahulu tersedianya jaringan dan pelayanan angkutan umum dalam trayek yang memenuhi standar'.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pun menyambut positif keputusan itu. "MA memutuskan ya pasti ditaati dong. Sesegera mungkin."
Aturan larangan sepeda motor melintas di Thamrin, dibuat oleh Basuki Tjahaja Purnama saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta, 2014 lalu. Tujuannya untuk mengurangi kemacetan, polusi dan angka kecelakaan.
Dalam surat Putusan MA, tertulis bahwa gugatan Yuliansah Hamid dan Diki Iskandar diajukan karena, salah satunya, pelarangan sebuah jalan protokol bagi sepeda motor melanggar hak asasi warga negara.
"Karena adanya tindakan diskriminatif terhadap pengendara sepeda motor padahal sudah mutlak setiap orang sama di hadapan hukum," seperti yang tertulis dalam poin 'Alasan-alasan Hukum'.
Namun, pengamat transportasi Djoko Setijowarno, tidak setuju. Menurutnya, meskipun adalah hak semua orang membeli sepeda motor, tetapi jalan raya adalah milik umum sehingga harus diatur.
"Itu namanya undang-undang kebablasan. Kalau semua dianggap sebagai hak, ya tidak ada peraturan. Nanti, di daerah-daerah, juga pada ikut. Kalau tidak setuju jalan searah, langsung di bawa ke MA. Truk-truk juga nuntut karena mereka kerap dilarang lewat. Apa nggak kacau itu nanti."
Menurutnya, pelarangan sepeda motor di Jalan MH Thamrin sudah tepat, apalagi pengerjaan MRT (Mass Rapid Transit) masih terus dilakukan di jalan itu hingga Maret 2019, sehingga jalan sudah semakin sempit.
Menurut Djoko, walaupun nanti MRT telah rampung dibangun, sepeda motor juga seharusnya tetap dilarang, karena "Angkutan umum juga sudah banyak. Busway setiap 10 menit ada. Selain itu juga ada bus gratis yang bisa digunakan dari Harmoni ke Patung Kuda, bolak-balik."
Djoko menyebut seharusnya Dirlantas Polri bisa saja 'tidak melakukan keputusan (MA) itu'.
Namun, ketika dikonfirmasi, Kombes Halim Pagarra menyatakan walaupun bisa tetap melarang sepeda motor melintas di Thamrin lewat sistem 'rekayasa', dia menginginkan ke depannya ada aturan Pemprov untuk jangka panjang.
Meskipun begitu, tampaknya aturan baru jangka panjang pelarangan sepeda motor itu akan sulit terwujud. Pasalnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sudah menyatakan siap menerapkan putusan MA tersebut walau belum jelas kapan putusan itu diterapkan.