UNPI-CIANJUR.AC.ID - Seorang dokter spesialis mata di Kota Palu Neneng Herijanti, SPM menyarankan masyarakat agar menghindari melihat langsung proses gerhana matahari total (GMT) karena peristiwa langka itu berpotensi menggangu kesehatan mata.
Neneng mengatakan, "Sampai saat ini belum ada alat yang aman untuk menfilter cahaya-cahaya berwarna dari matahari seperti infra merah, ultra violet dan sinar gamma masuk ke mata saat gerhana terjadi."
Neneng menjelaskan bahwa saat gerhana matahari total terjadi, maka akan ada kegelapan selama beberapa menit, biasanya sekitar empat sampai lima menit. Saat gelap seperti itu, pupil mata akan mengalami pelebaran dari 1-2 mili pada saat siang (terang) menjadi sekitar 6-8 mili saat gelap.
Karena proses gelap itu terjadi hanya dalam waktu beberapa menit, dan kemudian dalam waktu singkat muncul cahaya yang besar, maka cahaya matahari yang masuk ke mata akan terlalu besar sebab pupil mata masih lebar. "Di sinilah bahayanya kalau cahaya infra merah, ultra violet dan sinar gamma dari matahari itu masuk terlalu banyak saat pupil mata masih melebar," kata Neneng. Kondisi ini, berpotensi merusak syaraf mata yang bisa mengakibatkan kebutaan permanen, bisa terjadi seketika dan bisa juga berangsur-angsur dalam beberapa waktu.
Karena itu dr.Neneng meminta masyarakat untuk tidak menyaksikan langsung proses gerhana matahari total secara langsung sekalipun menggunakan kacamata. Kalau ingin menyaksikan gerhana, bisa melihatnya lewat pantulan di air atau melalui celah/lubang kecil sehingga sinar yang masuk di mata bisa diminimalisasi, atau lewat celah-celah pepohonan sehingga sinar tidak terlalu besar masuk ke mata.
Ketika ditanya efektifitas kacamata khusus yang akan dibagikan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kepada masyarakat, Neneng kembali menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada alat yang dinyatakan sangat aman untuk menfilter sinar-sinar berwarna dari matahari masik ke matas saat gerhana itu, demikan Antara.