Pengalaman Ilmuwan Diaspora Meneliti di Luar Negeri Dapat Bermanfaat bagi Indonesia
unpi/kemristekdikti • Rabu, 21 Agustus 2019 15:04 Wib
Sumber Foto : diaspora.wildapricot.org
UNPI-CIANJUR.AC.ID - Ilmuwan diaspora yang menetap di luar negeri memiliki pengalaman yang dapat dibagikan ke perguruan tinggi di Indonesia. Walaupun saat ini ilmu pengetahuan terbaru di sudah dapat diakses dan dipelajari di Indonesia, pengalaman dari ilmuwan diaspora saat bekerja di institusi riset dan pendidikan tinggi terbaik di luar negeri masih diperlukan Indonesia, demikian ungkap Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, yang didampingi oleh Menristekdikti Mohamad Nasir.
"Dulu di Amerika orang baca buku mungkin edisi terakhir, edisi lima atau enam. Kita di Indonesia masih edisi satu. Sekarang semuanya edisi sama, dapat kita peroleh dalam waktu yang sama," ungkap Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla pada Senin (19/8) di Kantor Wakil Presiden, pada saat Pembukaan Rangkaian Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) 2019.
SCKD 2019 ini diadakan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Tinggi (SDID) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang dihadiri 52 ilmuwan diaspora yang menetap di berbagai negara.
Wakil Presiden mengungkapkan pengalaman dari para diaspora ini yang tidak dimiliki oleh perguruan tinggi di Indonesia.
"Guru yang terbaik adalah pengalaman. Anda punya pengetahuan dan pengalaman, tentu itulah yang dibutuhkan, sharingnya," ungkap Wakil Presiden.
Wakil Presiden mengungkapkan bahwa pengalaman dalam melakukan penelitian dan menciptakan inovasi di luar negeri, inilah yang memperkuat pendidikan tinggi, riset dan penciptaan inovasi di Indonesia. Bahkan Wapres Jusuf Kalla mengungkapkan keterkaitan riset, teknologi, inovasi dengan pendidikan tinggi, ini menjadi alasan mengapa Pemerintah RI menggabungkan Direktorat Pendidikan Tinggi Kemendikbud kedalam struktur Kemenristek, sehingga menjadi Kemenristekdikti di tahun 2014.
Wapres Jusuf Kalla memberikan kebebasan kepada para diaspora tersebut untuk bekerja di luar negeri maupun kembali ke Indonesia, karena mereka juga menyumbang devisa ke Indonesia saat bekerja di luar negeri. Wapres mengungkapkan banyak negara yang mendapat devisa dari para diasporanya, bahkan Filipina mendapatkan devisa mencapai 20 persen dari diasporanya.
"Kalau memang kembali, silakan. Semua welcome. Tapi kalau pun tetap di luar, itulah yang tetap terjadi dengan orang India, orang China, orang Filipina dan mereka maju karena itu," ungkap Wakil Presiden, dilansir laman resmi Kemenristekdikti.
Pada kesempatan ini, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengungkapkan Kemenristekdikti hadir untuk mendukung para ilmuwan diaspora, untuk berkontribusi di Indonesia, melalui berbagai cara, termasuk melalui Simposium Cendekia Diaspora Kelas Dunia yang mendiskusikan banyak gagasan-gagasan bagi bangsa Indonesia.
Mewakili para ilmuwan diaspora, Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) Deden Rukmana mengungkapkan ada antusiasme dari ilmuwan Indonesia di berbagai negara untuk berkontribusi nyata kepada Indonesia.
"Para ilmuwan diaspora yang datang di sini berjumlah 52 orang dari 13 negara. Di antara mereka juga ada yang telah lebih dari 25 tahun di luar Indonesia," ungkap Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) Deden Rukmana.
Ketua I4 juga mengungkapkan bahwa lamanya para diaspora Indonesia bekerja di luar negeri tidak membuat mereka enggan berkontribusi untuk Indonesia.
"Berapa tahun pun ilmuwan diaspora sudah di luar, baik satu dua tahun maupun 25 tahun, tapi kecintaan kami terhadap Republik Indonesia tetap tinggi dan mendalam, jadi ketika Indonesia memanggil, kami datang," ungkap Ketua I4 Deden Rukmana.